Brem Madiun bukan cuma oleh-oleh, tapi warisan budaya yang kaya sejarah. Simak 4 fakta sejarah brem Madiun yang mengejutkan dan jarang diketahui!
Brem Madiun: Antara Cita Rasa dan Jejak Sejarah
Brem Madiun bukan sekadar camilan manis yang sering dijadikan oleh-oleh dari Jawa Timur. Di balik tekstur lembut dan rasa manis-asamnya yang khas, tersimpan sejarah panjang yang penuh nilai budaya dan kearifan lokal. Banyak orang mungkin mengenalnya hanya sebagai makanan ringan, tapi sebenarnya brem adalah saksi bisu perjalanan zaman, dari era kerajaan hingga modern.
Dalam artikel ini, kita akan mengungkap empat fakta sejarah brem Madiun yang jarang diketahui publik, lengkap dengan konteks budayanya dan peran pentingnya dalam perkembangan ekonomi lokal. Jika kamu pecinta kuliner tradisional atau pencinta sejarah Nusantara, artikel ini wajib kamu simak sampai akhir.
1. Brem Sudah Ada Sejak Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Fakta pertama yang mencengangkan: brem bukan produk baru. Ia telah dikenal sejak zaman kerajaan kuno di Nusantara, khususnya di era Hindu-Buddha. Konsep fermentasi ketan untuk menghasilkan minuman suci (kadang berupa brem cair) telah lama menjadi bagian dari ritual keagamaan.
Dalam beberapa literatur Jawa Kuno, seperti Serat Centhini dan berbagai naskah kerajaan, disebutkan adanya makanan atau minuman yang dibuat dari tape ketan—bahan dasar brem. Di masa itu, fermentasi dipercaya memiliki nilai spiritual. Cairan hasil fermentasi digunakan dalam upacara sebagai bentuk persembahan kepada dewa, sekaligus simbol kesuburan dan keseimbangan alam.
Lalu bagaimana brem padat khas Madiun terbentuk? Seiring berjalannya waktu dan pengaruh budaya agraris, masyarakat mulai memodifikasi proses fermentasi. Hasilnya adalah brem padat yang manis dan mudah disimpan, cocok dijadikan oleh-oleh atau makanan saat hajatan dan syukuran.
2. Asal Usul Brem Madiun: Dari Syukuran Panen hingga Identitas Daerah
Di Madiun, brem dikenal sejak abad ke-18, terutama di desa-desa agraris yang dekat dengan sawah dan kebun ketan. Setelah panen besar, masyarakat biasanya mengadakan “slametan” atau syukuran, dan tape ketan menjadi salah satu menu wajib. Dari sinilah cikal bakal brem padat mulai dikenal.
Awalnya, tape ketan diambil sarinya dan dimasak hingga mengendap, lalu dijemur dan dipadatkan. Tak disangka, hasil akhirnya justru menjadi makanan dengan rasa yang unik: manis, asam, dan memberikan efek “dingin” saat dimakan.
Masyarakat Madiun kemudian mulai mengembangkan resep dan membentuk brem dalam berbagai ukuran dan kemasan. Tak hanya sebagai makanan rumahan, brem juga dijadikan oleh-oleh, terutama oleh pelancong yang datang dari luar kota.
Hingga saat ini, brem Madiun sudah menjadi identitas kuliner yang kuat. Setiap kali orang menyebut “brem”, yang langsung terlintas di pikiran adalah Madiun. Inilah bukti kuat bagaimana makanan bisa menjadi bagian dari karakter sebuah daerah.
3. Teknik Fermentasi Tradisional yang Dilestarikan Secara Turun-Temurun
Salah satu kekuatan terbesar brem Madiun adalah proses pembuatannya. Meski kini dunia sudah serba instan dan modern, banyak pengrajin brem di Madiun yang tetap mempertahankan teknik tradisional, dari pemilihan ketan, proses fermentasi, hingga pemasakan.
Tape ketan yang digunakan biasanya berasal dari beras ketan pilihan, direndam, dikukus, lalu diberi ragi khusus. Ragi inilah yang memainkan peran penting dalam menciptakan cita rasa khas brem. Setelah melalui fermentasi selama 2–3 hari, sari tape yang manis dan sedikit beralkohol akan disaring dan dimasak perlahan hingga mengental.
Proses pemasakan brem juga tidak boleh sembarangan. Diperlukan api kecil dan waktu yang cukup lama agar cairan mengental sempurna. Setelah itu, brem dicetak, didinginkan, dan dikeringkan di bawah sinar matahari.
Menariknya, banyak pengrajin brem yang masih menggunakan alat-alat warisan keluarga, seperti tungku kayu bakar atau cetakan kayu tua yang digunakan secara turun-temurun. Proses ini bukan hanya menciptakan rasa autentik, tetapi juga menjadi simbol pelestarian budaya.
4. Diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemerintah
Pada 2011, brem Madiun secara resmi masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengakuan ini menegaskan bahwa brem bukan hanya produk makanan, tapi juga memiliki nilai sejarah, budaya, dan sosial yang tinggi.
Dalam proses pengusulannya, berbagai aspek budaya lokal turut dilibatkan, mulai dari sejarah pembuatan, fungsi sosialnya dalam masyarakat, hingga peran ekonominya bagi UMKM lokal.
Pengakuan ini berdampak besar bagi eksistensi brem Madiun. Pemerintah daerah mulai lebih aktif mempromosikan produk ini lewat festival, pelatihan pembuatan brem, hingga menjadikannya bagian dari paket wisata budaya.
Salah satu festival yang rutin diadakan adalah Festival Brem & Pecel Madiun, yang menggabungkan dua ikon kuliner kota ini. Acara ini selalu ramai pengunjung dan menjadi ajang unjuk kreativitas para pengrajin brem di Madiun dan sekitarnya.
Brem dan Perjalanan UMKM di Madiun
Selain menjadi ikon budaya, brem Madiun juga memiliki kontribusi besar dalam sektor ekonomi—khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sejak era Orde Baru, produk ini sudah masuk dalam program pengembangan ekonomi lokal.
Hingga saat ini, tercatat ada puluhan UMKM yang khusus memproduksi brem, dengan omset yang cukup stabil. Produk mereka tidak hanya dipasarkan secara offline, tetapi juga dijual melalui platform digital seperti marketplace dan media sosial.
Dengan tren makanan lokal yang semakin naik daun, brem Madiun pun mendapat tempat di hati para generasi muda. Bahkan banyak anak muda kreatif yang mengemas brem dalam bentuk kekinian—misalnya, brem dengan varian rasa seperti cokelat, stroberi, hingga matcha.
Inovasi semacam ini memperpanjang umur brem sebagai produk lokal yang adaptif, namun tetap menjaga keasliannya.
Kenapa Brem Madiun Layak Dibanggakan?
Jika kamu bertanya, mengapa brem Madiun begitu istimewa? Jawabannya adalah karena ia bukan sekadar makanan. Ia adalah representasi dari:
- Kearifan lokal yang lestari
- Proses panjang budaya dan sejarah
- Perjuangan UMKM lokal dalam menjaga tradisi
- Produk alami yang tetap eksis di tengah modernitas
Dalam setiap gigitan brem, kamu sedang merasakan jejak sejarah, budaya, dan kerja keras generasi ke generasi. Dan itulah mengapa brem Madiun bukan cuma oleh-oleh biasa, melainkan kebanggaan Indonesia.
Kesimpulan
Dari zaman kerajaan hingga era digital, brem Madiun telah menempuh perjalanan panjang yang menakjubkan. Ia bukan hanya produk fermentasi tape, tapi juga simbol dari budaya, sejarah, dan identitas masyarakat Madiun.
Kini, tugas kita bersama adalah terus mendukung dan melestarikan brem sebagai warisan kuliner bangsa. Caranya? Mudah. Saat kamu berkunjung ke Madiun, jangan lupa bawa pulang brem sebagai oleh-oleh, kenalkan pada teman-temanmu, dan ceritakan kisah hebat di balik makanan sederhana ini. Dapatkan Info sejarah lain di artikel Asociacionlafragua.com.